8 Februari 2011

Jangkrik Pemakan Daging dari Zaman Dinosaurus

Sebuah fosil serangga predator dari zaman dinosaurus baru-baru ini ditemukan di lapisan kapur yang terletak di wilayah utara Brazil. Serangga ini adalah serangga karnivora pemakan daging yang berasal dari 100 juta tahun silam.

A splay-footed cricket called Schizodactylus monstrosus (shown) is a living descendant of the newly identified fossil, and the two would've been about the same size. Credit: Sam Heads.
Nenek moyang jangkrik itu hidup di periode Cretaceous, sesaat sebelum superbenua Gondwana (superbenua yang mencakup benua Afrika, Amerika Selatan, Australia, India, Arab, dan Antartika saat ini) terpecah.

Seperti dikutip dari situs LiveScience, ia berasal dari genus Schizodactylus atau jangkrik berkaki miring. Genus Schizodactylus mencakup jangkrik yang ada saat ini, belalang, serta binatang bernama katydid. 

"Nama ini mereka dapatkan sesuai dengan kaki yang mereka miliki yang membuat mereka bisa melenting dan menyokong tubuh mereka di habitat berpasir untuk memburu mangsa mereka," kata Sam Heads, Ketua peneliti yang menemukan fosil ini.

Saat berburu, kata Heads, spesies ini sebenarnya tak menggunakan strategi khusus. Serangga bertubuh tambun ini keluar malam hari menyisir habitat mereka untuk mencari mangsa. "Mereka bisa bergerak dengan cepat bila diperlukan... dan mereka cukup rakus," ujar Sam yang berasal dari University Illinois itu.
Setidaknya, ia memiliki perbedaan dengan jangkrik yang ada saat ini. Dengan panjang sekitar 6 cm dari kepala hingga ke bagian belakang tubuhnya, ia memiliki postur yang agak aneh. 
Antenanya lebih panjang dari tubuhnya. Jangkrik ini juga memiliki sayap yang tergulung dan kaki yang tajam seperti sepatu salju. Menurut Heads, ini untuk mendukungnya tetap bisa menjejak di daerah berpasir. 

Namun, jangkrik yang sangat agresif ini tak bisa terbang walaupun memiliki sayap. Sayapnya, kata Heads biasanya hanya bisa dimekarkan saat diperlukan. Secara umum, kata Heads, jangkrik ini tidak begitu banyak mengalami evolusi atau mengalami periode 'evolutionary stasis' selama paling tidak 100 juta tahun. 

Sumber : teknologi.inilah.com

1 komentar:

Indonesia Raya mengatakan...

wah, artikelnya keren²,,
izin share yach sobat,,
udah ku follow,, thank u ;)

Posting Komentar

Tuliskan NAMA (nick name) untuk memudahkan merespon komentar yang anda tuliskan, tanpa menyertakan NAMA, kemungkinan besar tidak akan direspon.

Komentar yang bersifat kasar, menghina, atau pun mengejek tidak akan di terima.

jadi tolong berikanlah komentar yang sopan dan baik demi kenyamanan kita bersama.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons